Rabu, 15 Februari 2012

menanti keluarga baru

beberapa minggu lagi menanti kehadiran keluarga baru, rasanya begitu antusias :)

Minggu, 05 Februari 2012

hak reproduksi remaja

Artikel ini saya mabil dari:http://www.remajaindonesia.org/

Remaja dan Hak Reproduksi

SITA (Bukan mana sebenarnya), 22, mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) setelah sebelumnya dipaksa Johan, pacarnya, untuk berhubungan seks. Sita yang tidak tahu harus berbuat apa lalu menyampaikan ini kepada Johan, Namun Johan malah meninggalkannya karena merasa tidak siap untuk menjadi seorang ayah. Dalam kebingungan, Sita menceritakan kepada orang tuanya. Sebagai orang terpandang, mereka menganggap kehamilan ini tidak saja akan mengacaukan masa depan Sita, tapi juga membawa aib bagi keluarga. Oleh karena itu sang Ibu memaksa dan membawa Sita kedokter untuk menggugurkan kandungan. Walaupun sebetulnya Sita takut dosa, ia tidak bisa menolak kemauan ibunya.

Sita pun "curhat" ke sahabatnya. Dani, namun rahasia ini bocor karena ternyata Dani tidak bisa menyimpan rahasia dan malah menceritakan hal ini kepada teman-teman dan guru mereka. Kasus ini menjadi rahasia umum, dan banyak teman-teman yang tidak mau lagi menyapa Sita karena menganggap Sita sudah "rusak". Akibatnya sekarang sita merasa berdosa dan bersalah dan terus menangisi nasibnya (Kasus Curhat 2002).

Cerita di atas menunjukkan bahwa kadang kala kita sepertinya tidak punya kuasa atau kendali atas tubuh kita. Orang lain merasa lebih berhak untuk mementukan apa yang harus kita lakukan. Orang lain ini bisa suami, pacar (seperti dalam kasus Sita, memaksa berhubungan seks dengan janji-janji surga yang akhirnya toh tidak ditepati). Orang tua (dalam hal ini ibu Sita yang memaksanya menggugurkan kandungannya) dan masyarakat luas yang menghakimi perilaku orang tanpa berempati pada seseorang yang sedang dilanda masalah.

Lebih jauh lagi cerita di atas merupakan pelanggaran terhadap apa yang disebut sebagai hak reproduksi, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hak ini dibahas dalam konfrensi Dunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia (1993). Konferensi Internasional Tentang Kependudukan dan Pembangunan (1994). Koferensi Internasional Tentang Perempuan (1995) dan masih banyak lagi. IPFF (International Planned Parenthood Federation) yang merupakan organisasi keluarga berencana dan kependudukan terbesar di dunia secara khusus membuat rencana kerja penerapan hak reproduksi ini yang akan diterapkan di semua negara di dunia yang menjadi anggota.

Di Indonesia upaya memberikan perlindungan hak-hak reproduksi masyarakat sudah menjadi kebijakan nasional. Menurut Pedoman Upaya Promosi dan Pemenuhan Hak-Hak Reproduksi yang di susun oleh BKKBN, perlindungan tentang hak-hak reproduksi ini merupakan pencerminan salah satu misi Program Keluarga Berencana Nasional. Yaitu langkah mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas sejak dimulainya proses pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. Hak-hak reproduksi ini dipandang penting artinya bagi setiap individu demi terwujudnya kesehatan jasmani maupun rohani sesuai dengan norma-norma hidup sehat.

Sesuai dengan kesepakatan dalam Konferensi Internasional kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994, maka hak-hak reproduksi meliputi:
  1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi
  2. Hak mendapat pelayanan dan kesehatan reproduksi
  3. Hak untuk kebebasan berfikir dan membuat keputusan tentang kesehatan reproduksinya.
  4. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak
  5. Hak untuk hidup dan terbebas dari resiko kematian karena kehamilan, kelahiran karena masalah jender.
  6. Hak atas kebebasan dan pelayanan dalam pelayanan kesehatan reproduksi
  7. Hak untuk bebas dari penganiayan dan perlakuan buruk yang menyangkut kesehatan reproduksi
  8. Hak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi
  9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan dalam reproduksisnya
  10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
  11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam berpolitik yang bernuansa kesehatan reproduksi
  12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan reproduksi.

Hak reproduksi ini berlaku bagi setiap manusia dari segala kelompok usia, ras warna kulit, jenis kelamin, aliran politik, status ekonomi, dan pendidikan tanpa pandang bulu. Sebagai konsekuesinya, remaja juga mempunyai hak reproduksi sebagaimana halnya dengan kelompok umur yang lain. Hak remaja atas kesehatan reproduksi ini mulai diakui secara internasional pada konsekuensi Hak-hak anak pada tahun 1989 dan kemudian dilanjutkan pembahasanya sebagai bagian dari ICPD yang diadakan lima tahun kemudian.

Sebagai tindak lanjut, hak reproduksi remaja di bahas sangat mendalam pada International Youth Forum yang diadakan di Den Haag, Negeri Belanda. bulan febuari 1999 dan diikuti oleh 132 peserta remaja dari seluruh dunia. Forum ini secara khusus menekankan perlunya keikut sertaan remaja dalam seluruh kebijakan politis yang mempengaruhi kehidupan mearka. Mulai dari segi desain, implementasi sampai evaluasi, serta mendesak diprioritaskan alokasi dana dan sumber-sumber bagi kesehatan reproduksi.

Bagi remaja hak reproduksi yang harus dipahami adalah:
  1. Akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, mengingat di banyak negara kesehatan reproduksi diprioritaskan bagi pasangan suami istri sedangkan remaja kurang mendapatkan perhatian. Oleh karena itu remaja mempunyai hak atas pelayanan kesehatan reproduksi yang tidak menghakimi, rahasia menyeluruh serta mudah diakses bagi seluruh rahasia dan semua golongan.
  2. Hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa ada diskrminasi jender. Selain itu yang perlu mendapat perhatian adalah hak remaja untuk memperoleh informasi atas kesehatan reproduksinya, baik dari pendidikan formal maupun non-formal.
  3. Instrumen hak asasi internasional menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat dilakukan oleh dua orang yang secara sadar memang mengiginkannya, dan bebas dari pelaksanaan pihak lain. Oleh karena itu pernikahan dini yang berdampak buruk bagi perkembangan remaja terutama remaja perempuan, dalam hal pendidikan, kemandirian ekonomi serta kesehatan fisik maupun spikis harus dihapuskan.
  4. Kelahiran dan kontrasepsi. Mengingat secara fisik maupun psikoloos remaja belum cukup matang untuk melahirkan. kelahiran di kalangan remaja mengakibatkan tingginya angka kematian ibu melahirkan. Oleh karena itu remaja, mempunyai hak untuk mendapatkan akses informasi dan pelayanan kontrasepsi dan pelayanan pra dan pasca melahirkan bagi remaja tanpa memandang status perkawinan.
  5. Sehubungan adanya tingkat kematian yang tinggi karena aborsi yang tidak aman, dalam hal KTD yang membahayakan kehidupan remaja. kita berhak untuk terhindar dari risiko ini dan mendapatkan akses terhadap pelayanan yang aman.
  6. Infeksi menular Seksual. Remaja putri lebih rentan terhadap indiksi menular seksual, sehubungan dengan adanya faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka, seperti adanya kekerasan dan eksploitasi seksual, kurangnya pendidikan termasuk pendidikan seksual dan kurangnya akses terhadap kontrasepsi dan pelayanan kesehatan reproduksi.
  7. Kekerasan seksual remaja berhak untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari ketakutan dan ancaman kekerasan seksual yang dilakukan baik oleh sesama remaja sendiri maupun oleh orang dewasa.
Mengapa remaja perlu menyadari hak-hak reproduksinya?

Pertama, agar kita menyadari bahwa pemegang kendali utama atas tubuh kita seharusnya diri kita sendiri, bukan orang lain. Dengan menyadari kita akan mudah menjadi korban atas paksaan yang menyangkut tubuh dan jiwa kita, sehingga kita bisa memperjuangkan dan membela diri dari orang lain yang akan melanggar hak kita. Sebaga8i konsekuensinya apapun yang kita lakukan terhadap tubuh kita harus kita pikirkan baik-baik karena ini menyangkut milik dan masa depan kita sendiri. Ingat ya, dibalik hak selalu mengandung tanggung jawab.